Sunday, February 1, 2009

11 CERPEN MINI


Ini adalah tulisan yang aku buat selama seminggu tidak menyentuh internet. Aku dapat ide menulis pendek setelah membaca blognya mas pemilik popsy. Judul blognya bermaindenganidesekelebat. Blognya oke, tulisannya juga. Di blognya, selain tulisan cerpen mini, juga ada sms cinta. Aku sampe ketawa kekel baca sms cintanya yang guombal abis.

Ini jejak cerpen mini yang aku buat. Ada yang mini banget, ada yang mini aja trus ada juga yang mini agak panjang. Jumlahnya 11, ini dia daftarnya.

1. SAKAU
Keringat dingin mengucur deras, dingin, aku menggigil, kulit terasa tertusuk puluhan belati, sakit, tulangku nyeri, serasa patah berkeping-keping, aku meringis menahan sakit yang bermula dari dada kiri dan menyebar ke seluruh bagian tubuh. Rasa sakit menyerangku, menambah intensitas seranga lagi dan lagi, tanganku mengepal tak mampu melawan hanya bertahan. Di sudut ruangan, jari-jariku mengais sisa-sisa serbuk putih, morfin dari cintamu yang kau putuskan untuk tercampakkan.

2. MABUK
Pagi ini jalanku limbung, kata-kataku tak jelas, kata orang aku mabuk. Aku tak mabuk, aku hanya lelah menahan mabukku atas cintamu

3. TAK DAPAT
“Tinggal atau tinggalkan”, kau memberi pilihan / “ Tinggal”, kataku / “Baiklah, aku yang akan tinggalkan”, kaupun berlalu.

4. BUNUH DIRI
Wanita putih mulus, hidung mancung dan wajah ayu mendekati tubuhku. Jiwaku melihatnya. “ Mas, ngapain bunuh diri, aku cinta sampeyan, aku mau diajak kawin lari”. Jiwaku tertunduk lesu. Seharusnya aku kawin lari saja dengannya.

Ayah ibuku tergopoh-gopoh mendekati tubuhku, “ Nak, seharusnya kamu tak mati. Kami sudah setuju kau menikah dengan gadis pilihanmu itu.” Aku terkulai lemas, sia-sia bunuh diriku kalau begini. Kenapa aku terburu-buru gantung diri tanpa bertanya dulu keputusan akhir ayah ibu.

Kakak lelakiku berlari mendekatiku, “Dik, kenapa kau memilih jalan begini? Kasihan gadis ini hidup sendirian. Sebagai kakak yang baik biarkan aku menggantikan posisimu, akan kulindungi gadis ini.”

Aku marah. Apa harus mati dulu untuk mengijinkanku bersamanya. Aku harus hidup. Aku menyusup kembali ke dalam tubuh bekuku. Tubuhku menolak tapi aku memaksa, melawan dingin dan mencairkan darah yang terlanjur membeku, mendetakkan kembali denyut jantung dan fungsi semua bagian tubuhku. Aku hidup.

Aku bangun mengepalkan bogem setengah matang ke wajah pucat kakak. “Enak saja mo mengambil dia dariku. Langkahi dulu mayatku.”

Musik latar penutup: teriakan para tetangga dan derap kaki orang yang berlari ketakutan.

5. YANG MELULUHKAN
Sayang, pake hp GSM dong, biar bisa sms sepuasnya. Jawabku: “he-eh”.
Cinta, beliin hp CDMA dong, biar bisa nelpon sepuasnya. Jawabku: “ya”.
Honey, beliin mobil dong, biar bisa jalan-jalan tiap hari. Jawabku: “Ok”
Babe, rumah dong, biar bisa bercinta sepuasnya. Jawabku: “e…iya” sambil garuk-garuk kepala.
Say, makasih ya untuk semuanya. Tapi maaf, ternyata sopirmu yang dapat meluluhkan hatiku. Jawabku: “balikin!!!!”.

6. BADAI
Angin sepoi-sepoi berhembus, lalu semakin kuat menghempas tubuhku ke dalam pusaran badai. Jantungku terlepas, mata, tangan kakiku juga. Aku tercerai berai bak puzzle yang terlepas dari bingkainya, berkeping-keping karena badai cintamu.

7. YANG KUSUKA
Sejak dulu aku ingin mengatakannya bahwa tidak ada lagi jantung yang berdegup kencang karena tatap matamu, tidak ada lagi bunga-bunga karena hadirmu, tidak ada lagi semu merah karena kerlingmu. Lalu kau berkata “Sayang, untuk wanita tercantik di dunia aku persembahkan ini,” sambil menenteng kunci mobil pada jari telunjuk. Aku tersenyum lebar. Hanya ini yang kusuka darimu.

8. AKU KAGET
Jalan ini adalah jalan utama ke kampung halaman. Sudah sepuluh tahun tak pulang banyak yang berubah. Di kiri kanan jalan bertebaran poster caleg. Lihatlah yang aku temukan. Coblos Mr. X, caleg dapil wilayah M “Pejuang Rakyat Sejati”. Coblos ngisor dhewe ( coblos paling bawah) “Jangan salah pilih”. Coblos nomer 5 dapil wilayah S “iki ae dulur dhewe” (ini saja saudara sendiri). Biasa saja

Di ujung jalan, aku tersentak. Ada poster dengan wajah yang sepertinya aku kenal. “Jangan dicoblos. Dicari hidup atau mati” begitu tulisan di dadanya. Aku mengingat-ingat lagi foto di poster itu, membuka kembali lobus-lobus penyimpan kenangan di kepalaku, mencoba menyambung kembali selaput mielin yang terputus tentang foto itu. Keras sekali aku melakukannya dan terhenti saat istriku menepuk lenganku.

“Pa’e, itu sampeyan.” Aku kaget bukan main, bukan karena tepukan istriku, bukan karena tulisan dicari hidup atau mati, bukan pula karena aku menjadi buronan. Aku kaget melihat poster besar yang ternyata wajahku sendiri, kaget betapa jeleknya wajahku di poster itu, betapa buruknya rambut kribo itu, benarkah aku sejelek itu.

Depresi tiba-tiba menjalar di kepala, pelampiasannya hanya pada tancap gas menjauhi poster. Sirine mobil polisi dan suara istri “hati-hati pak” menjadi musik latarnya.

9. ARTI SEPATU
Aku benci sepatu ini karena nggak nyaman di kaki. Aku nggak suka sepatu ini, warnanya abu-abu kusam karena terik matahari dan lumpur jalanan. Aku bosan sepatu ini, dua tahun belum pernah ganti, sudah waktunya menjadi penghuni tong sampah.

Di tong sampah, seorang anak dengan kaus lusuh, penuh tambalan plus leher molor berseru kegirangan, “Terima kasih Tuhan, telah mengabulkan sepatu permintaanku.”

10. KAWIN LARI
Gaun putih dan mahkota membuat gadisku tampak anggun tak kalah cantik dengan Nadine Candrawinata saat penobatan putri Indonesia. Lipstik merah aku pulaskan, make up tebal membuatnya tampak molek bak boneka. Aku memoleskan perona pipi sebagai sentuhan akhirnya. Dia gadisku tak seorangpun menyamai kecantikannya.

“Sudah waktunya, sayang.” Kataku.

Lagu penyambutan kehadiran pengantin mulai bergema dari gedung yang berjarak 2 rumah dari sini. Kami berjalan pelan keluar dari kamar rias. Semua berkumpul di depan gedung. Keluar dari rumah langkah kami semakin cepat, lalu semakin cepat menjauhi gedung. Kami berlari, bergenggaman tangan. Gadisku terhenti sebentar menatap sepatu putih yang tertinggal. Namun tak lama, dia menyingsing unjung gaunnya, mengeratkan pegangan tangannya lalu kembali berlari denganku

Langkah kami berakhir di dalam mobil pick up. Aku menginjak gas sekuatnya. Di belakangku, pria berjas dan wanita bergaun mengejar sambil berteriak memanggil nama gadisku. Lalu hanya pria berjas yang mengejar kami. Beberapa orang diantaranya mengambil mobil, mengejarku.

Sebuah sedan hitam mengejar mobil pick up kami. Sang sopir yang tak lain kakak dari mempelai wanita membunyikan klakson keras-keras saat berhasil sejajar denganku. Aku tancap gas dan berada 2 meter di depan mereka. Sedan hitam terus mengejar hingga berhasil menyusul pick up ku. Tidak hanya sejajar, sedan itu berada di depanku sekarang. Teriakan “ berhenti!!!!” berkali-kali keluar dari dalam mobil.

Aku mengambil jarak, saat lajur kanan kosong aku menyalip sedan hitam. Namun sedan hitam tak menyerah begitu saja, sedan itu terus mengejar mengimbangi kecepatan pick up ku. Kejar-kejaran terus terjadi aku masih terdepan. Gadisku cemas, terus melihat ke arah belakang, takut terkejar.

Sebentar lagi harus menikung, aku mengurangi kecepatan. Si sedan malah tancap gas. Mobil kami saling menguasai untuk berada di depan. Dalam hitungan detik sedan itu mendahuluiku lalu melintangkan badan mobil di depanku. Refleks aku menginjak rem dan “brak!!!” tak terkendali, ujung mobilku menabrak pintu sedan.

Tangan kekar menarik kerah kemejaku, memaksaku keluar dari mobil. Tinju tangan kekar mendarat di pipiku, aku berguling di tanah kering. Jidat dan dengkulku membentur benda keras. Uh, sakit.

Lalu telpon berdering, entah milik siapa. Tapi siapa yang peduli. Aku terlalu sibuk melindungi diri dari pukulan dan tendangan pria kekar di depanku. Telepon terus berdering, tak ada yang menjawab hingga membuatku membuka mata. Badanku yang masih memeluk guling tersungkur di lantai. Jidat dan dengkul yang mendarat pertamakali di lantai masih terasa sakit. Aku tersenyum lebar, senang karena semua kejadian buruk ini hanya mimpi. Rupanya teleponku yang berdering. Di ujung telepon ada suara yang kukenal.

“Sayang, mama tidak menyetujui hubungan kita. Aku lari dari rumah, aku ingin menikah sama kamu. Aku ke rumahmu sekarang.” Telpon lalu terputus meninggalkan bengong untukku.

Apakah mimpi tadi pertanda untukku. Sepertinya ini akhir mimpi yang mengawali kenyataan.

11. TUNTUTAN SEMUT
Musim semut, di makanan ada semut, di gula ada semut, di saklar ada semut, di bawah kaleng ada semut. Cara efektif dan efisien, semprot saja dengan obat serangga. Beres.
Lalu, seekor semut berlari membawa pengeras suara, memulai perjalanan jauh dari ujung kakiku sampai daun telinga. Sesampainya di telinga, dengan pengeras suara dia berteriak, “Anda dituntut atas tuduhan genosida pada keluarga semut.”

2 comments:

  1. *mengernyitkan dahi*
    *baca ulang*
    *gak ngerti juga*
    *baca lagi*

    duh is bahasamu... susah di cerna...
    koq jadi sastra gini

    ReplyDelete
  2. wuakaka..sastra amburadul Lis.Biasa, pesastra amatiran

    ReplyDelete

silahkan memberi komentar